Tertangkapnya Nunun Nurbaeti dalam kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia turut mempopulerkan istilah “cek pelawat” di berbagai pemberitaan. Namun sayangnya tidak banyak masyarakat yang familiar dengan istilah “cek pelawat” tersebut. Apa sebenarnya arti kata “cek pelawat” atau “pelawat” dalam bahasa Indonesia?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia III, kata “pelawat” sebagai nomina bermakna “orang yang datang berkunjung ke negara lain”. Dalam bahasa sederhana, “cek pelawat” dapat disebut pula dengan “cek perjalanan” atau “travelers cheque”. Menurut laman resmi Bank Indonesia, “cek pelawat” didefinisikan sebagai “alat pembayaran semacam cek, diciptakan untuk orang bepergian dan dapat diuangkan pada kantor-kantor bank yang mengeluarkan atau pada pihak-pihak yang ditunjuk; dapat dibayar oleh perusahaan yang mengeluarkannya dan dijual dengan angka nominal tertentu dan dijamin dari kehilangan atau pencurian; cek tadi diterima sebagai pengganti uang tunai oleh para pedagang, dapat dicairkan di kantor-kantor tertentu”.
Maka tak heran jika cek pelawat menjadi pilihan favorit dalam transaksi korupsi. Cek pelawat yang sejatinya digunakan oleh para pelancong ini dapat diuangkan kapan saja. Pihak yang menandatangani cek dapat memberikannya kepada siapa pun tanpa perlu menyebutkan nama si penerima. Bahkan ketika cek pelawat hilang atau dicuri, cek tersebut masih dapat diganti sepanjang sang pemilik dapat menunjukkan tanda terima pembelian cek yang mencantumkan nomor seri. Selain itu dari sisi administrasi, cek pelawat juga lebih praktis karena bank yang menerbitkan cek tidak mengeluarkan biaya bunga.
Penegak hukum seperti KPK seharusnya segera membekali diri dengan pengetahuan, kewenangan, dan keterampilan yang lebih “canggih”. Terbukti “kecanggihan” Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam menembus tembok pertahanan kokoh perbankan masih dapat diakali para koruptor dengan “kecanggihan” modus cek pelawat yang tidak mudah terdeteksi layaknya transaksi perbankan konvensional.
